Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi,pekerja profesional atau praktisi di bidangnya,pengamat atau pemerhati isu-isu strategis,ahli/pakar di bidang tertentu,budayawan/seniman,aktivis organisasi nonpemerintah,tokoh masyarakat,pekerja di institusi pemerintah maupun swasta,mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
Daftar di sini
Kirim artikel
Editor Sandro Gatra
KESAKSIAN demi kesaksian mengejutkan terungkap dalam persidangan bekas Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo.
Jaksa Penuntut Umun menuntut hukuman 12 tahun penjara atas tuduhan telah menerima uang Rp 44,26 miliar dan 30.000 dollar AS.
“Tindakan korupsi dilakukan dengan motif tamak,” kata jaksa penuntut umum dalam sidang.
Publik tentunya masih menantikan pembelaan Menteri yang berasal dari Partai Nasdem itu. Dan,kemudian vonis yang akan dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.
Dalam persidangan juga terungkap,uang Rp 1,3 miliar dari Syahrul mengalir ke Ketua KPK Firli Bahuri yang telah mundur dari KPK. Namun,hingga saat ini,perkara Firli masih belum berproses ke pengadilan.
Dari panggung persidangan,publik bisa menyaksikan bagaimana kekuasaan diperlakukan oleh pemegang kuasa,yakni Sang Menteri.
Syahrul dicecar jaksa soal adanya pengiriman uang Rp 10 juta dari Kementerian Pertanian kepada Tenri Olle Yasin Limpo. Diakui Syahrul,Tenny Olle adalah kakaknya.
Jaksa mencecar lagi,bagaimana ceritanya?
Syahrul menjelaskan,Tenri Olle adalah orang yang merawat ibunya yang telah sepuh di Sulawesi Selatan.
Tenry merupakan mantan pejabat di Sulawesi Selatan. Syahrul mengaku saat itu sedang membutuhkan tenaga ahli sehingga ia meminta agar kakaknya mengisi posisi tersebut.
"Oleh karena itu,secara manusiawi saya minta kepada dirjen waktu itu atau siapa,kalau mungkin dia jadi staf ahli,atau tenaga ahli. Tenaga ahli,bukan staf ahli,kalau tenaga ahli itu berarti lepas saja,kalau staf ahli harus masuk kantor," ujar dia.
Sebagai menteri selayaknya ia bisa mencarikan pekerjaan bagi anggota keluarganya. ”Saya kan menteri,masak saya punya saudara tercecer-cecer,padahal dia punya ilmu yang cukup menurut saya seperti itu," ucap dia.
Klaim “saya kan menteri” jika terus direpetisi bisa membahayakan negara hukum. “Saya kan menteri,saya kan gubenur,saya kan bupati,saya kan Presiden” memberikan pesan bahwa negara ini telah bertransformasi menjadi negara kekuasaan.
Kesaksian Syahrul itu mencengangkan,tapi sekaligus membahayakan. Pengakuan itu membuka tabir perilaku kekuasaan.
Mumpung jadi menteri,ia memanfaatkan kekuasananya untuk kepentingan keluarganya. Mencarikan pekerjaan untuk keluarganya,untuk saudara-saudaranya atau keponakannya,atau teman dekatnya.